Saya menulis postingan ini karena hari-hari ini banyak sekolah yang tutup untuk sementara dan terpaksa murid-murid belajar di rumah. Hal ini menjadi menarik karena di rumah orang tua banyak yang menemani anaknya belajar.
Hal ini sebenarnya sangat positif terutama bagi seorang ibu, di sini kita bisa lihat bagaimana kualitas madrasah pertama anak-anak (ibu) di lingkungan masyarakat kita. Bagus, cukup bagus, atau akah memprihatinkan.
Banyak orang tua yang bisa mengarkan anaknya dengan baik, walaupun ilmu pengetahuan orang tua itu sedikit. Karena sebenarnya pelajaran berharga itu adalah kesabaran, keikhlasan dan itu banyak dilupakan oleh pendidikan saat ini.
Secara tidak sengaja saya menjadi bagian dari hal ini. Saya bertanya-tanya kenapa banyak seseorang yang terlihat baik di masyarakat ternyata tidak di lingkungan keluarga. Hal ini miris sekali, keluarga yang seharusnya menjadi tempat paling dekat tetapi menjadi tempat paling mengerikan untuk seseorang berlabuh dari kejamnya dunia.
Seringkali terjadi seorang anak terlihat baik di luar sana. Ketika kau tau dia di rumah bagaimana kepada orang tuanya bagaimana mungkin kau tidak akan percaya. Ataupun sebaliknya, orang tua yang di masyarakat terkenal baik tetapi di rumah terhadap anaknya sangat kejam sekali.
Kenapa saya sebut kejam? begitu bisanya orang tua kepada orang lain ramah, tetapi kepada anak sendiri dia menjadi sosok yang mengerikan. Dan di perparah ketika anak itu membantah dan melakukan perlawanan mungkin banyak orang lain akan menilai bahwa anak itu durhakan.
Ada sebuah koneksi yang menarik dari kasus ini yang saya temui belakangan ini di lingkungan sekitar, atau pun cuitan dan curhatan di medsos. Belakangan karena belajar di rumah membuat orang tua sekarang secara tidak langsung harus menemani anaknya untuk belajar.
Hal mengejutkan banyak terjadi. Banyak orang tua yang tidak sabar mengajarkan anaknya, entah kenapa? bahkan orang tua yang terkenal baik di luar pun banyak melakukan hal yang sama. Emosi menghadapi anaknya.
Dan hal menariknya adalah, sebenarnya orang tua itu mengajarkan kemarahan kepada anaknya, mengajarkan bagaimana mengajarkan orang lain dengan ekpresi yang salah. Tak jarang anaknya nanti menjadi anak yang membangkang, suka memarahi orang tua, dan juga tidak sabaran juga. Ini menjadikan orang tua 'durhaka duluan sebelum anaknya durhaka'.
Bagaimanapun juga anak kecil akan menyerap apapun yang dia pelajari baik dari pendengaran, penglihatan dll. Otak mereka masing banyak kekosongan memory dan itu perlu diisi. Tak heran mereka akan memasukan apapun itu baik hal baik, ataupun hal buruk yang ada di lingkungannya. Termasuk cara mengajar orang tua yang dibarengi kemarahan, teriakan, bentakan, itu semua membekas di dalam otak sang anak. Menanam bibit baru. Mulai terinstal dalam otak seorang anak 'jika mengajarkan itu dengan bentakan, dengan teriakan, dengan kemarahan,'
Dan untuk orang tua yang seperti itu jangan heran ketika nanti mereka melakukan hal yang sama kepada kalian ketika kalian tua nanti. Tidak sabaran, Bicara dikit-dikit emosi, Membentak.
Parahnya ini sering berkelanjutan ke generasi selanjutnya. Terus menerus kekesalan dilampiaskan kepada generasi selanjutnya. Ayolah kita musti berubah, kita musti memperbaiki generasi ini. Jangan sampai kita menanam kembali bibit tidak baik itu kepada generasi selanjutnya. Itu juga ada timbal baliknya bagi kita di hari tua nanti. Bukankah kita juga ingin ketika tua kita di sambut dengan kehangatan dan juga keramahan dari generasi kita selanjutnya. Mari kita hentikan ini.
Komentar
Posting Komentar